Nak Kelas awq

Nak Kelas awq
Perpisahan & Perjumpaan

Senin, 29 November 2010

Jangan Haramkan Dia Bersekolah,,



            Kisah yang satu ini akan menunjukkan kepada kita betapa pentingnya menuntut ilmu untuk modal kita dikemudian hari..
            Kisah pun dimulai.
            Disebuah kampung hidup dua keluarga yang sama-sama memiliki 4 orang anak yang usianya hampir sebaya. Namun yang membedakan kedua keluarga ini adalah kehidupan sosial ekonomi mereka.
            Keluarga pertama adalah keluarga Pak Joni. Keluarga ini jauh dari kenyamanan dan kemapanan. Mereka tinggal disebuah pondok yang dindingnya terbuat dari bambu dan beratapkan seng yang setiap turun hujan akan bocor disetiap sudut rumah mereka. Pak Joni bekerja sebagai petani. Namun karena tidak memiliki lahan, Pak Joni mengolah tanah kosong yang tidak digarap pemiliknya.
            Jauh berbeda dengan keluarga Pak Joni. Keluarga Pak Joko sebaliknya. Pak Joko memiliki rumah megah, tanah, kebun teh, serta kebun sawit yang luas. Hasil dari kebun teh dan sawit serta tanaman lainnya membuat mereka menjadi keluarga terkaya dikampung mereka saat itu.
            Selain berbeda dalam segi sosial ekonomi, kedua keluarga ini juga berbeda dalam hal pendidikan. Keluarga Pak Joni mewajibkan anak-anaknya mengaji selepas Magrib hingga shalat Isya tiba. Secara bergantian Pak Joni dan istrinya mengajari keempat anak mereka. Setelah sholat Isya dan sholat subuh anak-anak akan diminta mengulang pelajaran sekolah mereka. Dengan disiplin yang ketat, tak heran keempat anak Pak Joni menjadi langganan juara setiap pembagian rapor di kelas mereka.
            Walau miskin, kepada anak-anaknya Pak Joni selalu mengatakan, “kita boleh miskin harta tapi tidak boleh miskin ilmu. Karena kalau nanti hanya punya harta kita akan sibuk menjaga harta itu. Tapi kalau kita punya ilmu, ilmulah yang menjaga kehidupan kita”. Maka walau harus berulangkali memenuhi panggilan sekolah karena empat anaknya terlambat membayar SPP, Pak Joni tetap memotivasi anak-anaknya agar terus bersekolah.
            Di sisi lain, Pak Joko membiarkan anak-anaknya tumbuh dan berkembang sendiri-sendiri. Berbagai fasilitas untuk meningkatkan gengsi diberikan Pak Joko pada anak-anaknya. Dari mulai busana, perhiasan, sepeda motor dan semua yang menimbulkan kesan gemerlap dimiliki oleh keempat anak Pak Joko.
            Setelah dua puluh tahun. Anak pertama Pak Joni sekarang menjadi kepala sekolah. Anak kedua beliau menjadi seorang konsultan sekaligus dosen disalah satu perguruan tinggi di Pulau Jawa. Putri ketiganya menjadi seorang guru da’i wanita. Dan anak yang keempat kini menjadi pegawai Departemen Agama. Sedangkan Pak Joko sendiri menjadi tokoh masyarakat dan suri tauladan di kampungnya.
            Sementara anak-anak Pak Joko tak ada satupun dari mereka yang “berhasil”. Dua putranya hanya lulus sekolah dasar dan dua putrinya hanya mampu menyelesaikan hingga sekolah menengah pertama. Dua putrinya menjadi janda dan hidupnya terlunta-lunta. Sedang kedua putranya saat ini mendekam dipenjara. Ironisnya, tanah dan kebuh Pak Joko juga telah berpindah tangan ke orang lain.
            Dari kisah dua keluarga diatas, kita dapat ambil pelajaran bahwa sesulit dan seberat apapun, kita harus tetap mengutamakan sekolah. Dengan terus belajar pasti kehidupan kita akan berubah. Satu lagi yang ingin disampaikan Pak Joko setelah nasibnya berubah “Nasib kelaurga kami berubah karena sekolah, orang miskin akan bertambah miskin bila ia berhenti sekolah, bagaimana orang miskin akan berkurang kalau untuk sekolah saja mereka sudah tak bisa.” Maka jika ingin mengentaskan kemiskinan dan mengubah nasib orang miskin jangan haramkan dia bersekolah.

Pilih Mana Ya??? Kerang Mutiara atau Kerang Rebus??,,



            Cerita yang akan dituliskan diadalah bagaimana proses terjadinya mutiara. Baik kita mulai. Waktu kerang muda mencari makan atau bergerak untuk pindah ia akan membuka cangkang penutup badannya. Buka,, tutup,, buka,,, tutup,, begitu seterusnya. Suatu saat  saat cangkaknya terbuka, sebutir pasir masuk kedalam cangkang kerang itu. Sang kerang pun menangis dan memanggil-manggil ibunya “bu sakit bu,,,, ada pasir masuk kedalam tubuhku.”
            Sang ibu menjawab, sabar ya, nak, jangan pedulikan sakit itu, bila perlu beri kebaikan pada sang pasir yang telah menyakitimu itu. Kerang muda itupun menuturi nasihat ibunya. Ia menangis, tapi air matanya ia gunakan untuk membungkus pasir yang masuk kedalam tubuhnya itu. Hal ini terus ia lakukan. Dengan balunan air mata itu, rasa sakitnya pun berangsur berkurang dan bahkan lama kelamaan hilang sama sekali.
            Bebepa saat kemudian, kerang-kerang itu dipanen. Kerang yang ada pasirnya dipisahkan dari kerang yang tidak ada pasirnya. Kerang yang tak berpasir dijual obral dipinggir jalan sebagai “kerang rebus”. Sedangkan kerang yang berpasir dijual ratusan harganyan bahkan ribuan kali lipat lebih mahal dari kerang yang tidak berpasir. Mengapa bisa mahal?? Karena pasir yang yang ada didalam kerang itu berubah menjadi mutiara. Ya butiran pasir itu telah dibalut dengan lapisan air mata hingga menjadi mutiara.
            Dari cerita itu kita ambil pelajaran, bahwa jika kita tidak pernah mendapat cobaan maka kita akan seperti kerang rebus atau kerang yang tak ada harganya. Tetapi kalau kita mampu menghadapi cobaan, bahkan mampu member manfaat pada orang lain pada saat kita mendapat cobaan kita akan menjadi seperti mutiara.
SEKARANG TENRGANTUNG KITA,, MAU PILIH YANG MANA,, OK

Hiu-Hiu Kecil, Siapa Takut?????



            Seseorang bercerita pada saya tentang pentingnya mengundang hiu-hiu kecil dalam kehidupan kita, ia menceritakan sebuah analog yang sangat menarik. Sehingga saya pun sangat  serius mendengarkannya, ceritanya begini : bahwa tenyata orang-orang Jepang sangat menyukai makanan mentah terutama ikan mentah yang segar, namun Negara  Jepang memilki perairan yang terbatas sehingga tidak memilki persediaan ikan yang cukup memenuhi kebutuhan bangsanya. Para nelayan Jepang harus mengarungi lautan luas dan menempuh parjalanan yang jauh. Agar ikan tetap segar, para nelayan mendisain kapal dengan ukuran besar, makin jauh mereka mencari tentu makin jauh pula jarak mereka pulang ke daratan.
            Dengan begitu, tentu ikan hasil tangkapan nelayan sudah tidak segar lagi. Bahkan sebagian aroma ikan sudah tidak sedap dan mempengaruhi selera makan pembelinya. Orang-orang Jepang tentu mengetahui hal itu dan tidak akan mau mengkomsumsi ikan yang tidak segar lagi. Maka harga ikan hasil tangkapan pun jatuh. Dan nelayan tentu mengalami kerugian. Namun mereka para nelayan tidak kehilangan akal. Mereka menaruh lemari pendingin dikapal mereka. sehingga jika mendapat ikan langsung mereka masukkan kelemari pendingin untuk menurunkan resiko ikan membusuk. Namun tetap saja para penggemar ikan Jepang ternyata dapat membedakan mana ikan yang masih segar dan mana ikan beku. Mereka tidak senang dengan ikan yang dibekukan. Maka harga jual ikanpun tetap menurun.
            Nelayan Jepangpun tetap memutar otak agar tidak rugi. Lalu mereka menaruh tangki besar didalam kapal. Setiap ada ikan hasil tangkapan maka dimasukkan ke tangki besar tersebut. Dengan begini kesegaran ikan akan tetap terjaga. Namun dugaan nelayan meleset, ternyata ikan yang ada didalam tangki itu tidak mampu bergerak lincah sebagaimana geraknya dilaut lepas. Dan ternyata berkurangnya gerakan ikan mempengaruhi kesegarannya. Kembali penggemar ikan tidak menyukai ikan yang fisiknya tidak segar.
            Akhirnya para nelayan memasukkan ikan hiu-hiu kecil kedalam tangki mereka, tentu ikan hiu kecil ini dapat memakan beberapa ikan didalam tangki, namun karena itulah terjadi kepanikan ikan-ikan di dalamnya yang menyebabkan mereka akan bergerak lincah menghindari seragan hiu tersebut. Dengan begitu tentu ikan hasil tangkapan nelayan tetap segar sampai ke pelabuhan. Dan para penggemar ikanpun tentu senang dengan ikan-ikan yang segar.
            Ternyata jika kita ingin agar hidup kita bergerak lincah, kita harus berani mengundang hiu-hiu kecil didalamnya. Memang sebagian besar orang menghindari hal itu, namun cobalah anda lakukan percobaan sederhana terhadap teman anda yang mengatakan saya tidak bisa berlari, badan saya gemuk, dan kaki saya sakit. Sekarang tempatkan dia pada lorong sempit dan dibelakang mereka kita lepaskan beberapa anjing galak. Apakah mereka tetap akan mengatakan kalau mereka tidak dapat berlari? Tentu mereka akan lari terbirit-birit.
            Ia menambahkan contohnya pada sebuah tanyangan televisi, ditayangan itu ditampilkan seorang guru yang mengajari anak didiknya berenang. Untuk menigkatkan prestasi muridnya, maka ia mengiming-imingi hadiah yang besar. Namun tak mampu meningkatkan motivasi mereka. Akhirnya ia punya ide yang aneh. Setiap muridnya berenang 2-3 detik kemudian akan dilepaskan buaya-buaya kecil dibelakangnya. Lalu sang guru berkata “buaya ini akan mengejar setiap yang bergerak di air, jadi berenanglah sekuat tenaga agar tidak digigit oleh buaya ini”. Hasilnya semua anak didiknya memecahkan rekor mereka.
            Jadi beranilah mengundang hiu-hiu kecil dalam kehidupan kita mulai sekarang, maka hidup akan menjadi lebih hidup dan penuh dengan gairah,, BELIEVE OR NOT, Buktikanlah.

Rabu, 27 Oktober 2010

Humor Pelajaran Bahasa Indonesia


Guru : Hari ini kita belajar Antonim, yaitu lawan kata. Contohnya: Kuat lawannya lemah.
Sudah mengerti semua, anak-anak? Ok, sekarang kita praktek, Kalau ibu sebutkan kata
kalian jawab lawan katanya yah..
Murid: Ya buuuu!.
Guru: Siang.
Murid: Malam.
Guru: Panjang
Murid: Pendek
Guru: Gelap
Murid: Terang
Guru: Halus
Murid: Kasar
Guru: Berjaya
Murid: Menang
Guru: Salah!!!
Murid: Benar
Guru: Bukan itu..!!
Murid: Iya ini
Guru: Kalian bodoh!!!!
Murid: Kami pintar
Guru: Diaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaamm!!!! (geram)
Murid: Ribut
Guru: Mati aku *&#*$&#*?? (panik)
Murid: Hidup kamu
Guru: Besok kalian saya hukum
Murid: Kemaren kami tidak dihukum
Guru: (Pingsan)
Murid: (Bingung mau mencari lawan pingsan)

Kamis, 21 Oktober 2010

Problematika Pendidikan di Indonesia

Semakin tertinggalnya pendidikan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, harusnya membuat kita lebih termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya masalah pendidikan yang muncul ke permukaan merupakan gambaran praktek pendidikan kita. Sebagai mahasiswa dan sekaligus sebagai calon pendidik, kami merasakan ketimpangan-ketimpangan pendidikan, seperti :
1. Kurikulum Kurikulum kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang maksimal dan masih tetap saja. Gembar-gembor kurikulum baru, katanya lebih baiklah, lebih tepat sasaran. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dalam mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada prateknya kita tidak tau apa maksudnya dan yang beda hanya bukunya. Pemerintah sendiri seakan tutup mata, bahwa dalam prakteknya Guru di Indonesia yang layak mengajar hanya 60% dan sisanya masih perlu pembenahan. Hal ini terjadi karena pemerintah menginkan hasil yang baik tapi lupa dengan elemen-elemen dasar dalam pendidikan. Contohnya guru, banyak guru honorer yang masih susah payah mencukupi kebutuhannya sendiri. Kegagalan dalam kurikulum kita juga disebabkan oleh kurangnya pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan pembinaan terhadap kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan keberhasilan pendidikan yang kita tempuh. Menurut slogan jawa, guru itu digugu dan ditiru, tapi fakta yang ada, banyak masyarakat yang memandang rendah terhadap profesi guru, padahal tanpa guru kita tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini.
2. Biaya Akhir-akhir ini biaya pendidikan semakin mahal, seperti mengalami kenaikan BBM. Banyak masyarakat yang memiliki persepsi pendidikan itu mahal dan lebih parahnya banyak pula pejabat pendidikan yang ngomong, kalau pengen pendidikan yang berkualitas konsekuensinya harus membayar mahal. Pendidikan sekarang ini seperti diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis pendidikan dan pemerintah sendiri seolah membiarkan saja dan lepas tangan. Sekarang ini memang digalakan program wajib belajar 9 tahun dengan bantuan Bos. Tapi bagaimana dengan daerah-daerah yang terpencil nan jauh disana?? Apa mereka sudah mengenyam pendidikan?? Padahal mereka sebagai WNI berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Akhir-akhir ini pemerintah dalam system pendidikan yang baru akan membagi pendidikan menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri. Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial siswa. Jalur formal mandiri diperuntukkan bagi siswa yang mapan secara akademik maupun finansial. Sedangkan jalur formal standar diperuntukkan bagi siswa yang secara finansial bisa dikatakan kurang bahkan tidak mampu. Hal ini saya rasa sangat konyol, bukankah kebijakan ini sama saja dengan mengotak-kotakan pendidikan kita, mau dikemanakan pendidikan kita bila kita terus diam dan pasrah menerima keputusan Pemerintah?? Ironis sekali bila kebijakan ini benar-benar terjadi.
3. Tujuan pendidikan Katanya pendidikan itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan. Bagaiamana tidak? Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya diukur dari ijazah yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat). Bukankah ini memalukan?? Berarti kalau kita punya uang maka kita tidak usah sekolah tapi sama dengan yang sekolah karena memiliki ijasah. Harusnya pendidikan itu menciptakan siswa yang memiliki daya nalar yang tinggi, memiliki analisis tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam suatu permasalahan dapat mengambil suatu keputusan.
4. Disahkannya RUU BHP menjadi Undang- Undang DPR RI telah mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) menjadi Undang-Undang. Selama tiga tahun itupula, UU yang berisi 14 bab dan 69 pasal banyak mengalami perubahan. Namun, disahkannya UU BHP ini banyak menuai protes dari kalangan mahasiswa yang khawatir akan terjadinya komersialisasi dan liberalisasi terhadap dunia pendidikan. |Rabu, 17 Desember 2008, suara mahasiswa Universitas Indonesia yang memprotes pengesahan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) sudah semakin tipis. Namun, teriakan tetap mereka lantangkan di lobi Gedung Nusantara II DPR, Rabu (17/12) sore. Ketua BEM UI 2008 Edwin Nafsa Naufal mengatakan, mereka sudah mengawal pembahasan RUU ini selama 3 tahun. Bahkan, sebuah konsep tandingan sudah disiapkan. Segala aspirasi dan masukan, sudah disampaikan kepada Pansus RUU BHP. Hal yang dikhawatirkan, undang-undang baru ini akan membuat biaya pendidikan semakin mahal dan tidak terakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Anggapan mahasiswa ini, dikatakan Ketua Pansus RUU BHP Irwan Prayitno, salah besar. Pendanaan. 20 persen operasional dibiayai pemerintah. Untuk investasi dan bangunan seluruhnya dibiayai pemerintah. UU BHP juga menetapkan perguruan tinggi negeri atau PTS wajib memberikan beasiswa sebesar 20 persen dari seluruh jumlah mahasiswa di lembaganya. Namun, jika ternyata Perguruan Tinggi yang terkait tidak mempunyai dana yang mencukupi, untuk memberikan beasiswa, akhirnya dana tersebut akan dibebankan kepada mahasiswa lagi. UU BHP ini akan menjadi kerangka besar penataan organisasi pendidikan dalam jangka panjang. UU BHP sendiri saat ini sedang dalam proses mencari input. Jadi, untuk memperkuat status hukum PT BHMN, ia akan diatur dalam UU BHP.
5. Kontoversi diselenggaraknnya UN Perdebatan mengenai Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah terjadi saat kebijakan tersebut mulai digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003. UN atau pada awalnya bernama Ujian Akhir Nasional (UAN) menjadi pengganti kebijakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan (Koran Tempo, 4 Februari 2005), setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN. Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan. Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses. Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik. Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan di sekolah ataupun di rumah. Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun 2005, dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005 memang disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.
6. Kesrusakan fasilitas sekolah Nanang Fatah, pakar pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengatakan, sekitar 60 persen bangunan sekolah di Indonesia rusak berat. Di wilayah Jabar, sekolah yang rusak mencapai 50 persen. Kerusakan bangunan sekolah tersebut berkaitan dengan usia bangunan yang sudah tua. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sejak tahun 2000-2005 telah dilaksankan proyek perbaikan infrastruktur sekolah oleh Bank Dunia, dengan mengucurkan dana Bank Dunia pada Komite Sekolah. Menurut saya, kerusakan bangunan pendidikan jelas akan mempengaruhi kualitas pendidikan karena secara psikologis seorang anak akan merasa tidak nyaman belajar pada kondisi ruanagan yang hamper roboh. Bangsaku bangkitlah dengan Pendidikanmu, agar kita menjadi singa yang siap mengaung keseluruh dunia bukan seperti kambing yang selalu malu menunjukan dirinya.
Sumber:
  • http://www.geramtolakbhp.blogspot.com/Potret Dunia Pendidikan Indonesia http://mybluegreen.net/serbaneka/potret-dunia-pendidikan-indonesia/
  • http://beritasore.com/2007/07/03/uu-bhp-tidak-mengarah-privatisasi-perguruan-tinggi/ http://sim.ormawa.uns.ac.id/2009/01/05/masalah-pendidikan-di-indonesia/
  • http://www.infodiknas.com/masalah-pendidikan-di-indonesia/

Mimpi Jadi Inspirasi

Judul diatas menurut saya sangat menarik walaupun yang mengatakan menarik tentang judul itu hanya saya seorang, itupun karena saya yang menulis entri ini,, hehehe,,,.
tapi sejujurnya kemunculan judul ini sungguh sangat menarik, soalnya berasal dari mimpi tadi malam, pasti sebahagian kamu tidak percaya bukan,,, tapi percayalah......

Saya ingin sedikit menceritakan pengalaman yang menarik tentang kemunculan judul ini kepermukaan,, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu suka menulis, apalagi membuat suatu artikel atau sejenisnya,, tapi untuk yang satu ini harus diusahakan soalnya minimal satu kita harus punya tulisan dunkzz di dalam blog.

Baik kita mulai,, kemunculan judul ini sebenarnya masih berkaitan dengan tulisan pertama yang belum saya selesaikan yakni masih tentang kunjungan ke KENKOMENFO, sebab karena kunjungan ini pula saya mulai belajar menulis meskipun menurut saya tulisan saya tidak begitu bagus,, huh,,,,,,

Setelah dua pekan berkutat dengan blog walaupun sekedar buka dan edit tapi saya pening memikirkan apa yang akan saya tulis di blog nanti padahal tulisan pertama terntang pengalaman pertama di KENKOMINFO pun belum saya selesaikan duhh,, peningnya

Akhirnya baru tadi malam bisa dikatakan terjadi suatu mukjizat, yakni mendapat suatu inspirasi yang menurut saya cukup canggih soalnya dapetnya dari mimpi, padahal biasanya seseorang mendapatkan inspirasi untuk menulis itu karena melihat seseorang, melihat pemandangan, dan hal menarik lainnya,,, tapi saya malah mendapatkan inspirasi yang limayan ini dari sebuah  mimpi, saya pun heran kenapa tadi malam saya bisa bermimpi demikian, tapi yang jelas bagi para pembaca yang ingin mengetahui isi mimpi itu harus baca tulisan saya berikutnya,, ok,,,,,,,,,,

Kamis, 14 Oktober 2010

Pengalaman pertama ke KENKOMINFO


Pengalaman baru yang didapatkan di hari jum’at yang cerah ini adalah berkunjung untuk pertama kalinya ke KENKOMINFO, yang tidak lain adalah kepanjangan dari Kementetian Komunikasi dan Informatika, ini adalah sebuah lembaga dimana masyarakat umum diberikan vasilitas untuk menggunakan Internet dalam mencari informasi, ilmu dsb, sebenarnya awal yang bagus untuk kita dukung, namun ternyata, ini baru satu-satunya yang ada di Sumatera utara, dan computer yang disediakan hanya 15 unit bagi seluruh masyarakat Medan tersebut, sungguh aneh bukan,,,,,,,
Masuk ke dalam gedung yang tergolong nyaman ini, ternyata mengasikkan juga, selain ada ruang Internet gratisya, kita dapat juga menemukan berbagai ruangan lain yang bisa digunakan untuk menambah pengetahuan yakni perpustakaan mini, mushola dsb. Yang membuat nyaman lge adalah instrukturnya yang ramah, dia siap menanggapi semua masalah yang berhubungan dengan Internet,,
Mungkin sekian dulu lah, soalnya ni juga mepet, bapak komnya udah nyuruh berhenti,, ntar kita sambung lagi deh,, yang jelas saya saranin semua masyarakat untuk berkunjung kesana,, soalnya MUANTAP BANGET DAAAHH…….